Home > Motivasi > Motivasi Amal Sholih

Motivasi Amal Sholih

Coretan ini muncul ketika saya baru saja pulang dari sebuah TOT yang diselenggarakan oleh Salam Awal Al-Uswah. Saya tertarikuntuk menuangkan apa yang telah saya dapat tadi menjadi sebuah tulisan yang mungkin bisa dibaca oleh semua, dan semoga bermanfaat.
Dimulai ketika kita mengkaji salah satu surat dari maha karya-Nya yang maha dahsyat yang diturunkan untuk menjadi pegangan bagi seluruh ummat.
Surat Al-Ashr 1-3.
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Mungkin satu hal yang bisa kita petik di sana adalah pernyataan sumpah Allah terhadap suatu mahkluknya. Dalam ayat ini Alloh bersumpah terhadap waktu. Dalam Al-Qur’an Al-Kariem, kita banyak menemui hal seperti ini dimana Alloh SWT bersumpah terhadap makhluknya. Sebut aja Waddhuha, Wat-Tiini Wazzaytun, dan masih banyak hal lagi. Dan ketika Alloh sudah bersumpah demi nama sebuah makhluk, maka makhluk tersebut memilki kandungan yang amat strategis.
Dalam Surat Al-Ashr ayat pertama tadi, Alloh telah bersumpah atas nama waktu. Hal ini bisa disimpulkan bahwa waktu merupakan sesuatu yang sangat penting dan strategis. Ada suatu cerita dimana suatu saat Imam Ghozali memberikan pertanyaan kepada murid-muridnya, “Menurut antum, apakah hal yang paling jauh dari kita?”. Murid-muridnya ada yang menjawab bulan, matahari, dan masih banyak lagi. Imam Ghozali tersenyum dan mengatakan itu semua tidak salah. Namun, hal yang paling jauh dari kita adalah masa lalu. Hal ini tentu memberikan suatu kesimpulan dimana waktu sangatlah berharga bagi kita. Kita tidak bisa mengulang waktu yang sudah berlalu, setidaknya untuk pengetahuan dan pemahaman kita untuk saat ini. Maka itu, waktu menjadi sangat penting dan harus dengan keras diperhatikan agar tak ada sesal di kemudian hari.
Forum ini dilanjutkan dengan ilmu bahwa kewajiban muslim terhadap dunia itu ada 3:

  1. Menglimu Islam
  2. Mengimani Islam
  3. Menasehati kebenaran dan kesabaran dan istiqomah dijalannya

Ketika kita menjalankan ketiga komponen tersebut secara lengkap dan kaffah, tentu tidak diragukan lagi kita akan menjadi pribadi yang sukses. Tak hanya di dunia namun juga di akhirat. Tengok saja para tokoh Islam dulu, Rasulullah SAW. dan para sahabatnya yang melakukan Islam itu secara kaffah. Rasulullah merupakan pribadi yang kaya raya, seorang pemimpin perang yang romantis kepada istrinya, seorang pribadi yang bijak namun tetap sederhana. Ummar bin khattab yang memilki 70 ribu properti atau harta, yang dulunya merupakan pribadi yang membenci Islam namun kemudian berubah menjadi seseorang yang rela menyerahkan jiwa raganya untuk Islam. Seorang Ustman bin Affan yang mempunyai harta dari Aris hingga Khaibi serta seorang Abdurrahman bin Auf yang merupakan sahabat terkaya namun tetap sederhana.
Ada pernyataan menarik dari seorang Abdurrahman bin Auf. Beliau menyatakan bahwa beliau ingin menjadi seorang yang miskin namun bagaimana mungkin itu bisa terjadi. Ketika beliau mempunyai uang 10 dinar di pagi hari kemudian di sore harinya beliau memberikannya ke jalan Alloh, maka di pagi harinya beliau mendapati 100 dinar ada di tangan beliau. Kemudian beliau infaqqan kembali namun bukannya berkurang uang tersebut berlipat sepuluh menjadi 1000 dinar dan seterusnya.
Satu poin yang bisa kita ambil disini ialah pentingnya selalu mengerjakan amal sholih di setiap langkah kita, entah itu zakat, ataupun yang lainnya. Namun dalam melaksanakannya ada dua syarat yang harus kita penuhi jika kita ingin amal tersebut diterima oleh Rabb Azza wa Jalla. Kita harus meniatkan hal tersebut ikhlas karena Alloh dan tentunya sesuai dengan syariat yang berlaku.
Sampai disini timbul pertanyaan ketika ingin menilik sejauh mana patokan sebuah amal dikatakan ikhlas atau tidak. Barang tentu hal ini menjadi sangat penting karena amal kita tidak akan diterima ketika kita tidak menjalankannya dengan ikhlas. Menurut Ustadz Yusuf Qordhowi, sesuatu bisa dikatakan ihklas ketika hal ini diniatkan untuk Alloh SWT. Sesuatu yang diniatkan untuk tujuan di akhirat juga bisa dikatakan ikhlas. Misalnya, ketika kita rajin beribadah dan berdoa karena kita ingin menikmati nikmatnya surga dan takut neraka, maka hal itu sudah bisa dikatakan sebagai sesuatu yang ikhlas.
Maka dari itu, marilah kita mulai dari diri kita sendiri, sudah sejauh mana kita berlaku dan beramal sholih, sudah sejauh mana kualitas ibadah kita agar nantinya kita bisa maximal dalam meraih ridho-Nya.
Semoga saya adalah orang pertama yang bisa mengamalkannya dan semoga rahmat dan barokah dari Alloh tetap terlimpah kepada kita semua..
Amien..
(sza)

Categories: Motivasi
  1. No comments yet.
  1. No trackbacks yet.

Leave a comment